Studi Islam Pendekatan Historis/Sejarah

Selasa, Oktober 30, 2012


A.    PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang Masalah
Islam telah menjadi kajian yang menarik minat banyak kalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam tidak lagi dipahami hanya dalam pengertian historis dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seorang individu harus memaknai kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagian sah dari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, karenanya dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner.
Kajian agama, termasuk Islam, seperti disebutkan di atas dilakukan oleh sarjana Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial dan humanities, sehingga muncul sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan masyarakat Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun juga masyarakat di negara-negara berkembang, yang kemudian memunculkan orientalisme.
Sarjana Barat sebenarnya telah lebih dahulu dan lebih lama melakukan kajian terhadap fenomena Islam dari pelbagai aspek: sosiologis, kultural, perilaku politik, doktrin, ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan kesehatan, perkembangan minat dan kajian intelektual, dan seterusnya.
1
 
Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam khususnya, sebagai agama yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan banyak banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudut pandang yang dapat dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu adalah pendekatan sejarah. Berdasarkan sudut pandang tersebut, Islam dapat dipahami dalam berbagai dimensinya. Betapa banyak persoalan umat Islam hingga dalam perkembangannya sekarang, bisa dipelajari dengan berkaca kepada peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga segala kearifan masa lalu itu memungkinkan untuk dijadikan alternatif rujukan di dalam menjawab persoalan-persoalan masa kini. Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat Islam pada khususnya, apakah sejarah sebagai pengetahuan ataukah ia dijadikan pendekatan didalam mempelajari agama.
Bila sejarah dijadikan sebagai sesuatu pendekatan untuk mempelajari agama, maka sudut pandangnya akan dapat membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau. Sebab sejarah sebagai suatu metodologi menekankan perhatiannya kepada pemahaman berbagai gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas di dalam pendekatan sejarah. Karena itu penelitian terhadap gejala-gejala agama berdasarkan pendekatan ini haruslah dilihat segi-segi prosesnya dan perubahan-perubahannya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa, melainkan juga mampu memahami gejala-gejala struktural yang menyertai peristiwa. Inilah pendekatan sejarah yang sesungguhnya perlu dikembangkan di dalam penelitian masalahmasalah agama.

2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maslah yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.      Apakah pendekatan sejarah dalam studi Islam?
2.      Apakah manfaat studi Islam dengan menggunakan pendekatan sejarah?

B. PEMBAHASAN

1.    Pengertian Sejarah dan Pendekatan Sejarah
Secara etimologi, kata “sejarah” terjemahan dari kata tarikh, sirah (bahasa Arab), history (bahasa Inggris), geschichte (bahasa jerman).Semua kata tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu “istoria” yang berarti ilmu[1]. Dalam penggunaannya, filosof Yunani memakai kata istoria untuk menjelaskan secara sistematis mengenai gejala alam. Dalam perkembangan selanjutnya, kata istoria dipergunakan untuk menjelaskan mengenai gejala-gejala terutama hal ikhwal manusia dalam urutan kronologis.
Secara leksikal, sejarah adalah pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Secara terminologi sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun gejala alam[2].Defenisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala dimensinya.
Maka lapangan sejarah adalah meliputi segala pengalaman manusia.
Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya (who), waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada fakta. Kebenaran sejarah terletak dalam kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas, sehingga diharapkan ia akan mengungkapkan sejarah secara objektif. Hasil akhir yang diharapkan ialah adanya kecocokan antara pemahaman sejarawan dengan fakta. Sejarah dengan demikian didefenisikan sebagai ilmu tentang manusia yang merekonstruksi masa lalu.
Adapun yang direkonstruksi sejarah adalah menyangkut apa yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh manusia. Mengungkapkan kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia, terdapat dua implikasi metodologis. Pertama, keharusan memakai metode studi sejarah yang lebih problem oriented. Kedua, penjelasan serta penelaahan sejarah didasarkan pada analisis yang social-scientific. Terdorong oleh kecenderungan metodologis ini, maka dalam prakteknya sejarawan menggunakan pendekatan dan konsep-konsep serta teori-teori ilmu-ilmu sosial yang mempunyai daya penjelas yang lebih besar dalam memberikan keterangan historis (historial explanation).
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu cabang studi yang berkenaan dengan penelitian yang berhubungan dengan kejadian-kejadian yang terikat pada waktu, yang berhubungan dengan semua kejadian yang terjadi di dunia ini. Dengan demikian sejarah pada hakekatnya adalah upaya melihat masa lalu melalui masa kini. Untuk mengarah pada suatu keyakinan atas kebenaran informasi masa lampau tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai data yang akurat, di antara data itu adalah data sejarah. Maka pendekatan sejarah (historis) amat dibutuhkan dan tidak dapat dielakkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Adapun yang dimaksud di sini dengan pendekatan sejarah yang menjadi titik fokus pembahasan disini adalah cara pandang yang digunakan untuk merekonstruksi masa lalu umat manusia yang melihat suatu peristiwa dari segi kesadaran sosial yang mendukungnya. Pendekatan ini lebih populer disebut “sejarah sosial”. Pendekatan ini merupakan alternatif terbaik untuk lebih menjelaskan perkembangan dan perubahan-perubahan historis pada masa lalu secara lebih aktual dan komprehensif.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan sejarah dibutuhkan dalam studi agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan berkaitan dan kondisi sosial kemasyarakatan.
Pendekatan sejarah adalah mengkaji Islam dari perspektif yang dikenal dalam ilmu-ilmu sejarah, dalam ini sebuah sejarah dipengaruhi oleh banyak faktor, sejarah dipengaruhi oleh masa dan cara berpikir di masa itu, dan sebagainya. Ketika diterapkan dalam mengkaji Islam, maka Islam bukan dilihat sebagai doktrin semata, tetapi dilihat secara historis yang terkena deretan hukum historis yang selalu berubah.

2. Islam Sebagai Fenomena Sejarah
Pendekatan sejarah dalam studi Islam merupakan pengkajian fenomena historis dari masyarakat muslim terutama sejak terbentuknya komunitas muslim masa Muhammad SAW hingga masa sekarang. Al-quran sendiri di lain pihak menyajikan kisah mengenai masyarakat terdahulu dengan berbagai variasi, yang perlu mendapat pembuktian secara empiris dari berbagai sumber yang ada. Alquran juga diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan situasi dan kondisi yang pada dasarnya merupakan jawaban bagi persoalan yang berkembang di masyarakat. Dalam ilmu tafsir, lahirlah ilmu Asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya alquran juga merupakan jawaban bagi persoalan perkembangan dalam masyarakat.
Umat Islam sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya tentu saja tidak lepas dari peristiwa sejarah. Saat ajaran Islam diwujudkan oleh pemeluknya dalam bentuk tindakan atau amalan, maka ia menjadi sejarah. Atas dasar itu Islam dapat dilihat sebagai wahyu berbentuk Al-quran dan hadits, sedangkan Islam sebagai wahyu dan sebagai produk sejarah berarti segala apa yang dipikirkan, dikerjakan, dikatakan, dirasakan dan dialami oleh orang-orang Islam.
Islam sebagai wahyu yang berbentuk Al-quran dan hadits, pemaparan makna yang terkandung dalam kedua nas (sumber) tersebut tidak selamanya diungkapkan dengan bahasa yang jelas, melainkan sebagian memerlukan penjelasan atau penafsiran. Untuk itulah kedudukan hadits terhadap Al-quran berfungsi sebagai Mubayyan. Setelah Rasul wafat tentu tidak ada lagi mubayyan[3]. Maka tugas para intelektual muslimlah selanjutnya untuk memberikan pemahaman dan penafsiran terhadap Al-quran yang belum ada bayan-nya dari Rasul dan juga terhadap hadits yang kurang jelas pemahamannya.
Para ulama kemudian merumuskan atau membuat alat bantu ke dalam suatu bentuk pemahaman yang mudah dipahami dan dapat diamalkan terhadap suatu kasus hukum yang datang kemudian. Salah satu di antara rumusan atau alat bantu itu adalah kondisi historis empiris atau kondisi historis sosiokultural Al-quran berupa sebab-sebab turunnya Al-quran (asbab al-nuzul) dan juga kondisi historis sosiokultural hadits (asbab al-Wurud). Untuk itu dibutuhkan pengetahuan sejarah tentang peristiwa-peristiwa dalam Islam. Sejarah bagi kaum muslimin tidak hanya bermanfaat sebagai cermin masa lalu untuk dijadikan pedoman bagi masa kini dan mendatang, tapi juga menjadi alat untuk memahami secara lebih tepat sumber-sumber Islam.
Apabila dipahami secara benar, Islam sebagai agama yang terakhir bahkan penyempurnaan ajaran umat terdahulu, tidak dapat dipungkiri merupakan fenomena sejarah. Kenyataan ini dapat dimengerti, mengingat Islam sebagai agama yang relatif belakangan, sejak kelahirannya langsung berhadapan dengan tradisi institusi agama-agama lama. Lebih dari itu, Al-quran sebagai sumber ajaran kandungannya juga berbicara tentang kejadian masa lalu yang bernuansa sejarah, sehingga tidak terlepas dalam penyempurnaan ajaran agama umat terdahulu itu memiliki keterkaiatan untuk diterapkan pada kondisi setelah Rasul saw diutus.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Islam merupakan fenomena sejarah. Sampai saat ini kajian tentang masa lalu itu kerapkali dijadikan sebagai gambaran dan pedoman (I’tibar) buat kehidupan masa kini.

3.    Metode dan Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yang dipergunakan dalam memahami Islam. Penguasaan dan ketepatan pemilihan metode tidak dapat dianggap sepele. Karena penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang dapat mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu, dan bukan menjadi produsen. Oleh karenanya disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.
Diantara metode studi Islam yang pernah ada dalam sejarah, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya. Dengan cara yang demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh.
Kedua, metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normative[4]. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang nampak dalam kenyataan histories, empiris, dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama agama yang mutlak benar. Hal ini di dasarkan kerena agama berasal dari Tuhan, dan apa yang berasal dari Tuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.[5]
Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dpandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama. Diantaranya adalah pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, dan pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan dalam konteks penelitian), adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic[6].
Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis tidak akan menguraikan secara keseluruhan pendekatan yang ada, melaikan hanya pendekatan histories sesuai dengan judul di atas, yakni pendekatan histories.
Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut[7].
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena gama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-Qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Al-Qur’an, atau bias jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian diintegrasikan ke dalam pandangan dunia Al-Qur’an, dan dengan demikian, lalu menjadi onsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.
Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep, Al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, Al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah[8]. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
4.    Perkembangan Kajian Islam melalui Pendekatan Histories (Historiografi Islam)
 Ada dua faktor pendukung utama berkembangnya penulisan sejarah dalam sejarah Islam, yaitu :
Pertama, Al-quran sebagai kitab suci umat Islam memerintahkan umatnya untuk memperhatikan sejarah. Beberapa ayat alquran dengan tegas memerintahkan hal itu. Diantara adalah Q.S.ar-Rum : 9. Al-quran bahkan tidak hanya memerintahkan untuk memeperhatikan perkembangan sejarah manusia. Tetapi juga menjanjikan banyak kisah-kisah. Sebahagian ulama berpendapat bahwa dua pertiga isi Alquran itu adalah kisah sejarah. Ini dipaparkan dengan tujuan agar umat manuasia mengambil I’tibar dari padanya.
Kedua, Ilmu hadits merupakan awal masa perkembangan Islam, ilmu hadits merupakan ilmu yang paling tinggi dan paling diperlukan oleh umat Islam pada waktu itu. Ulama bepergian dari satu kota ke kota lain untuk mencari hadits dan meriwayatkannya, kemudian lahirlah kitab hadits. Dapat dikatakan bahwa penulisan hadits inilah yang merupakan perintis jalan menuju perkembangan ilmu sejarah. Bahkan dalam rangka menyeleksikan hadits yang benar dari yang salah, muncullah ilmu kritik hadits, baik dari segi periwayatannya maupun dari segi matan ataupun materinya. Ilmu ini pulalah yang dijadikan metode kritik penulisan sejarah paling awal.
Untuk melihat lebih jelas keadaan pertumbuhan dan perkembangan historiografi Islam pada periode awal dan juga perkembangan mutakhirnya dapat dilihat dalam pembahasan berikut ini :
a.    Historiografi Islam Pada Periode Awal
Kajian mengenai pertumbuhan dan perkembangan historiografi Islam periode awal perlu diadakan tinjauan dari dua segi, yaitu dari segi aliran dan metode. Dari segi aliran. Menurut Hussein Nashshar historiografi Islam pada periode awal itu terpola dalam tiga aliran, yaitu:
1)   Aliran Madinah, mereka mengembangkan penulisan sejarah bertolak dari gaya penulisan ahli hadits, lalu kemudian mulai berkembang penelitian khusus tentang kisah peperangan Rasul (al-Maraghi). Orang pertama yang menyusun al-Maraghi dan kemudian disebut sebagai simbol peralihan dari penulisan hadits kepada pengkajian al-Maraghi, ialah Aban Ibnu Usman Ibn Affan (w.105 H/723 M) dan yang paling terkenal sebagai penulis al-Maraghi adalah Muhammad Ibn Muslim al-Zuhri (w.124 H/742 M), dari penulisan al-Maraghi kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan penulisan Sirah Nabawiyah (riwayat hidup Nabi Muhammad SAW).
2)   Kedua, aliran Iraq. Aliran ini lebih luas dari aliran Madinah dan Yaman, karena memperhatikan harus sejarah sebelum Islam dan masa Islam sekaligus dan sangat memperhatikan sejarah para khalifah. Sistem penulisan aliran ini adalah pengungkapan kisah al-ayyam di masa sebelum Islam, kemudian karena panatisme politik kekabilahan yang diakibatkan oleh adanya persaingan antara kabilah untuk mencapai kekuasaan, disini dikembangkan model penulisan silsilah. Langkah pertama yang sangat menentukan perkembangan penulisan sejarah di Iraq adalah pembukuan tradisi lisan. Ini pertama kali di lakukan oleh Ubaidillah Ibn Abi Rafi’ dengan menulis buku yang berisikan nama para sahabat yang bersama Amir al-Mukminin (Ali bin Abi Thalib) ikut dalam perang Jamal, Siffin dan Nahrawan oleh karena itu, dia dipandang sebagai sejarawan pertama dalam aliran Iraq ini.
3)   Aliran Yaman, mereka mengembangkan penulisan sejarah pra-Islam. Di daerah ini jauh sebelum Islam datang telah berkembang budaya penulisan peristiwa, isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan, sehingga berita-berita israiliyat masuk dan mempengaruhi historiografi Islam. Para penulis hikayat-hikayat yang banyak dikutip oleh sejarawan muslim berikutnya yang terpenting di antaranya adalah Ka’ab al-Ahbar (w.32 H)[9].
Ketiga aliran penulisan sejarah tersebut di atas, kemudian melebur dalam karya-karya penulis sejarah berikutnya, khususnya dalam karya-karya sejarah. Tiga sejarawan besar Ibn Ishaq (w.207 H/823 M) dengan karyanya al-Maraghi dan Muhammad Ibn Said (w.230/845 M) dengan karyanya ‘abaqat al-Kabir.
Sedangkan dari segi metode historiografi Islam periode awal dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1)   Historiografi dengan metode riwayat.
Metode ini tumbuh dan berkembang dari masa awal sampai abad ketiga. Tokoh historiografi dengan riwayat ini adalah al-‘abari dengan karyanya Tar’k al-Rusul wa la-Muluk.
2)   Historiografi dengan metode dirayah.
Metode ini tumbuh dan berkembang abad keempat dan kelima Hijrah, pelopornya adalah al-Mas’udi (w.345 H) dengan karyanya Muruj al-‘ahab. Kemudian mengalami perkembangan dari masa ke masa dan mencapai puncaknya pada diri ibn Khaldun.
b.    Historiografi Islam Modern
Pada penghujung abad XVIII, barat telah mengalami kemajuan yang luar biasa, walau pada hakikatnya kebangkitannya tidak terlepas dari pengaruh Islam. Hal ini dimulai dengan reinainsance pada berbagai diagram keilmuan[10]. Mereka bukan hanya mengadopsi keilmuan Islam secara menyeluruh, namun mulai mengembangkannya dalam fase yang sangat realistis dan cepat. Berbagai macam disiplin ilmu kembali mereka kembangkan, bukan hanya sekedar kajian sejarah namun sudah mulai mengarah kepada sejarah sosial yang meninjau culture sebuah kaum.
Akan tetapi, Kuntowijoyo mengungkapkan, sejarah sosial sudah merupakan gerakan yang sudah lama namun baru mendapat perhatian sekitar tahun 1950 an yaitu melalui aliran penulisan Annales Historis Economique et Sociale.
Perkembangan selanjutnya, sejarah sosial mengalami perkembangan yang luas dan kearah tersebut para pemikir serta sejarawan Islam menghadap. Secara ideal, sejarah sosial ialah studi tentang struktur dan proses tindakan timbal balik manusia sebagaimana telah terjadi dalam kontek sosio-kultural dalam masa lampau yang tercatat. Oleh karena itu, sejarah sosial disebut juga dengan total history atau general history.
Kini ke arah itulah perkembangan penulisan sejarah bergerak, namun penulisan sejarah di dunia Islam tampaknya tidak begitu cepat mengikuti perubahan yang terjadi di Barat. Para sejarawan arab modern ini masih disibukkan dengan metodologi dan pendekatan baru yang sebenarnya sudah lama berkembang di Barat.
c.    Historiografi Islam Mutakhir
Tarikh adalah sistem penanggalan yang penghitungannya didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi. Dalam perkembangan selanjutnya, tarikh menjadi beragam dan berkembang sesuai perkembangan pencatatan sejarah itu. Disebut juga penunjukan waktu tentang apa yang dilakukan perawi hadia dan pemimpin agama. Dalam hal ini diterangkan tanggal kelahiran dan kematian, kesehatan jasmani dan rohani, kesegaran pikiran, perjalanan yang dilakukan, ketelitian dan kemampuan ilmu, tingkat keadilan, kefasikan dan hal-hal khusus lainnya.
Sejarawan pada periode awal muncul nama-nama seperti Aban Ibn Usman (w.1n5 H). Muhammad Ibn Muslim al-Zuhri (w.124 H) sampai kepada at-Tabari (w.310 H), kemudian disusul beberapa tokoh terkemuka pada masa pertengahan seperti Ibn Khaldun (w.808 H), di Penghujung abad 18 awal abad 19, muncul seorang sejarawan yang disebut sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali Arab Islam yang bernama Abd Rahman al-Jabarti (w.124 H/1825 M).
Dengan menggunakan dan mengembangkan corak penulisan sejarah melalui metode hawliyat ditambah dengan metode Maudu’iyat (tematik). Baru pada abad 20 para sejarawan Islam terutama setelah adanya kontak budaya dan ilmu pengetahuan antara Timur dengan Barat mulai mengembangkan historiografi Islam dengan metode kajian terhadap sejarah secara menyeluruh, total atau global, tidak hanya satu aspek sosial saja dengan mencontoh metode dan pendekatan yang berkembang di dunia Barat.

5.    Manfaat Pendekatan Historis Dalam Studi Islam
Pendekatan historis dalam studi Islam amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi dan kondisi sosial kemasyarakatan. Yaitu bagaimana melakukan pengkajian terhadap berbagai studi keislaman dengan menggunakan pendekatan histories sebagai salah satu alat (metodelogi) untuk menyatakan kebenaran dari objek kajian itu.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam ditemukan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Seseorang yang ingin memahami alquran secara benar, maka ia harus mempelajari sejarah turunnya Al-quran (asbab al-Nuzul) dengan demikian ia akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Mengingat begitu besar peranan pendekatan historis ini, maka diharapkan akan melahirkan semangat keilmuan untuk meneliti lebih lanjut beberapa peristiwa yang ada hubungannya terutama dalam kajian Islam di berbagai disiplin ilmu dan diharapkan dari penemuan-penemuan ini akan lebih membuka tabir kedinamisan dalam mengamalkan ajaran murni ini dalam kehidupan yang lebih layak sesuai dengan kehendak syara’, mengingat pendekatan historis memiliki cara tersendiri dalam melihat masa lalu guna menata masa sekarang dan akan datang. 
C. PENUTUP

Islam sebagai agama tidak dapat dipungkiri merupakan fenomena sejarah. Pendekatan sejarah ( historis) dalam studi Islam amat dibutuhkan dalam melakukan pengkajian terhadapnya sebagai salah satu alat (metodelogi) untuk menyatakan kebenaran dan objek kajian itu, sehingga dengannya pemahaman terhadap Islam akan lebih baik.
Sejarah Islam sebagai dari bagian fenomena sosial memiliki cita rasa yang spesifik dan berbeda dengan agama lainnya. Hal ini lah yang menjadikan banyaknya pakar yang berbeda pendapat dalam memahami Islam baik yang berkaitana dengan awal dimulainya sejarah Islam atau dalam kontek perjalanannya sebagai agama yang mengklaim dirinya sebagai penyempurnaan agama-agama samawi yang lainnya, bahkan sampai akhir dunia nanti.
Sejalan dengan pendidikan sejarah, pada masa awal Islam terjadi periodesasi, priode Yaman, Madinah dan Irak. Masing-masing periode memiliki beragam perbedaan yang menimbulkan khazanah keislaman yang lebih luas. Sesungguhnya pengetahuan sejarah sendiri, telah dikumandangkan oleh Allah ketika menceritakan beragam manusai lampau, hanya saja penyampaiannya yang secara global perlu mendapat respon pengetahuan manusia untuk mencari validitasnya.
Demikian juga dengan perkembangan selanjutnya, ketika manusai mencoba untuk mengkaji masa lampau dan menuntut kebenaran sejarah.
Sejarah tidak dapat dipisahkan dari subjektivitas, hanya saja diminimalisir untuk dapat memberikan kajian yang jauh lebih baik adanya. Adanya unsur kepentingan penulis, serta sudut pandang yag berbeda menjadi faktor dominan untuk meletakkan sejarah pada penilaian sebelah mata.
Islamic Studies atau Pengkajian Islam adalah sebuah disiplin yang sangat tua seumur dengan kemunculan Islam sendiri. Pengkajian Islam dalam sejarah panjangnya mewujud dalam berbagai tipe dan menyediakan lahan yang sangat kaya bagi kegelisahan akademik dari kalangan insider maupun outsider. Jika Studi outsider terwadahi dalam bentuk Orientalisme atau Islamologi, maka kajian insider memunculkan model ngaji yang berorientasi pengamalan, apologis yang memberi counter terhadap orientalisme, Islamisasi ilmu yang berupaya memberikan landasan paradigma Islam bagi ilmu-ilmu sekuler atau studi Islam klasik yang bersifat kritis namun masih berorientasi pada pengamalan.
Sebagai objek studi, Islam harus didekati dari berbagai aspeknya dengan menggunakan multidisiplin ilmu pengetahuan untuk mengurai fenomena agama ini. Salah satunya adalah melalui pendekatan sejarah yang tidak dapat diabaikan begitu saja bagi seseorang yang ingin memahami tentang Islam dengan benar.


DAFTAR PUSTAKA
Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998

Badri Yatim, Historiografi Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Departemen Pendidikan dan Kebudayan RI, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 1995.

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.

Juhaya S Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002

Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Islam Historis Dinamika Studi Islam di Indonesia, Yogyakarta: Galang Press, 2002.

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT.Tiara Wacana, 1994

_________, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 1995.

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, 1986.

M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996

M. Deden Ridwan (ed), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antardisiplin Ilmu, Jakarta : Pustaka Pelajar, 2001.

Manna’ al-Qathan, Mabahist fi Ulumil Qur’an, Beirut : Muassasah al-Risalah, 1990.

Mulyanto Sumardi, (ed.), Penelitian Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1982

Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996.

Ngainun na’im, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: TERAS, 2009

Sayyed Husen Nasr, Menjelajah Dunia Modern, (terj.) Hasti Tarekat, dari judul asli A Young Muslim’s Guide in The Modern World, Bandung: Mizan, 1995

Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim. Asbab al-Wurud, Study Kritis Hadis Nabi.  Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001.

Taufik Abdullah  dan M Rusli Karim, (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta, 1990

Taufik Abdullah, (ed.), Sejarah dan Masyarakat, Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987


http://makalahkuliahjurusanpai.blogspot.com/2011/04/pendekatan-historis-dalam-studi-islam.html





[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayan RI, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 1995)
[2] Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999)
[3] M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta;1996)
[4] Ibid
[5] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 112-113
[6] Taufik Abdullah dan M Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta, 1990, Cet. ke-2, h. 92
[7] Taufik Abdullah, (ed.), Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987), h. 105.

[8] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 48
[9] Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
[10] Ibid


0 komentar: